Setelah itu, katanya, muncul permasalahan ketika kebun kelapa sawit itu berproduksi 10 tahun karena pihak perusahaan tidak pernah melakukan transparansi penggunaan dana pembangunan kebun dan juga transparansi pengelolaan kebun terkait pembagian hasil yang relevan.
Baca Juga: Warung Miras Dengan Pramusaji Erotis Digrebek Warga
“Bahkan hingga saat ini anggota kelompok hanya menerima 15 persen dari hasil kebun itu pun dimasukkan sebagai tambahan utang,” katanya.
Menurutnya ada dua poin yang disampaikan ke Bupati Pasaman Barat. Pertama transparansi penggunaan dana pembangunan (utang anggota ke perusahaan) dan kedua transparansi transaksi pengelolaan perkebunan.
Sementara itu Ketua Kelompok Tani Pardomuan NA menjelaskan bahwa kelompoknya di tahun yang lalu justru menolak pemberian uang dari sisa hasil usaha perusahaan.
Hal itu dilakukan mengingat tuntutan transparansi melalui audit independen atas perusahaan belum pernah dilakukan terkait penggunaan dana pembangunan kebun yang diduga banyak ketimpangan.
Tinggalkan Balasan