Opini

“Kita Semua Bersaudara”, Budaya Melayu Adalah Payung Pemersatu Etnis dan Suku

26
×

“Kita Semua Bersaudara”, Budaya Melayu Adalah Payung Pemersatu Etnis dan Suku

Sebarkan artikel ini
Sekretaris Laruka Tanjungpinang

Oleh : Syaiful Amri,
Sekretaris Lembaga Amanah Riau Hulu Kuala (LARUKA) Tanjungpinang

Kebudayaan Melayu ternyata menjadi payung persatuan antar suku. Hal ini terjadi di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kerukunan etnis terpelihara dengan baik.

Orang-orang asing menyebut negeri melayu yakni Riau dan Kepri sebagai “the most rich province in Indonesia”.

Predikat tersebut nampak berlebihan, meski ada benarnya. Hasil minyak buminya lebih dari 650.000 barel sehari dan sumber daya alamnya juga mengandung timah, bauksit, batu bara, granit, emas dan berbagai produk lainnya yang bernilai tinggi.

Sedangkan hasil hutannya juga luar biasa. Baik berupa kayu gergajian, “plywood”, “pulp” dan beragam produk lainnya. Dan ini sebagian besar di wilayah Provinsi Riau terdiri dari hutan dan perkebunan.

Dahulu (Kepri masih bersama Riau) menjadi ajang lalu lintas berbagai suku dan bangsa. Bahkan di abad 15 berfungsi menjadi tempat persinggahan bangsa-bangsa Portugis, Belanda, Inggris, Arab, Cina dan India.

Keunikan lainnya yang menonjol masyarakatnya majemuk. Hampir berbagai suku di Indonesia ada Bumi melayu. Kita hidup sejak lama dalam kebudayaan yang sama, bersatu dengan etnik lain dan membangun masyarakat multirasial.

Karena itu, jangan heran suasana majemuk mewarnai kehidupan di Riau dan Kepri. Ada beberapa suku yang hidup, misalnya Melayu, Bugis, Minangkabau, Batak, Jawa, Flores, Banjar, Minahasa dan Buton.

Dengan demikian Bumi Melayu dapat dikatakan sebagai “miniatur Indonesia”.

Kehidupan antara satu suku dengan lainnya berlangsung sangat baik. Meski kadang kala ada gesekan, sifatnya hanya pribadi dan dalam skala kecil.

Itulah sebabnya dalam beberapa kali baik Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemikihan Kepala Daerah (Pilkada) selalu dalam kondisi yang sangat aman.

Walaupun beberapa daerah kecil juga merupakan lintasan kegiatan kelompok destruktif. Tetapi tidak menggoyahkan sendi persatuan “Bhineka Tunggal Ika”. Kebudayaan Melayu berfungsi sebagai payung dalam kemajemukan suku.

Menurut budayawan Riau yang mendapat gelar DR Honoris Causa di Malaysia, Tenas Effendy, masyarakat Riau selalu terbuka dan toleran terhadap suku lain.

“Komunitas tempatan tidak suka berselisih dengan etnik lain, selama menjaga kehormatan dan tata susila masing-masing,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *