HARIANMEMOKEPRI.COM — Tiga orang tersangka penadahan di Kabupaten Bintan diberikan Restorative Justice melalui expose terhadap perkara pidana dihadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Dr Asep Nana Mulyana melaui virtual zoom,Senin (24/6/2024).
Melalui expose tersebut, disaksikan Wakil Kejaksaan Tinggi Kepri, Sufari, SH MHum didampingi para Kasi dan Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Bintan mengajukan satu perkara dari tiga tersangka untuk dimohonkan diterpakna Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif.
Adapun tiga orang tersangka yakni
1.Tersangka Fajar Agusti Bin M. Sadri Saputra dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP
2.Tersangka Rangga Saputra Als Apek Bin Muhamad dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
3.Tersangka Silvi Tiara Putri Binti Razali dalam perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Bintan untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dari permohonan pengajuan terhadap satu perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) dengan tiga orang Tersangka atas nama Fajar Agusti Bin M. Sadri Saputra melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP, Rangga Saputra Alias Apek Bin Muhamad dan Silvi Tiara Putri Binti Razali melanggar Pasal 480 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayatt (1) ke-1 KUHP untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice, telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat sebagai berikut :
1.Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf
2.Tersangka belum pernah dihukum
3.Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
4.Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun
5.Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan
6.Pertimbangan Sosiologis
7.Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso mengatakan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat.
“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana,”imbuh Denny.
Tinggalkan Balasan