HARIANMEMOKEPRI.COM– Gasing, atau gangsing, adalah permainan tradisional yang berputar pada porosnya dan memiliki keseimbangan pada satu titik.

Permainan ini umumnya dimainkan dengan menggunakan benda berbentuk bulat yang terbuat dari kayu dan tali.

Meskipun permainan ini kian jarang dikenal oleh masyarakat luas, gasing masih memainkan peran penting dalam berbagai tradisi di Indonesia.

Nama “gangsing” berasal dari dua suku kata: “gang” yang berarti lorong atau tempat kosong, dan “sing” yang berarti suara.

Secara keseluruhan, gangsing berarti permainan yang dimainkan di tempat kosong dan menghasilkan bunyi.

Asal-usul gasing belum dapat dipastikan secara pasti. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa gasing berasal dari China dan menyebar ke Austronesia, termasuk Afrika, Amerika, dan Asia Tenggara.

Pendapat lain mengaitkan gasing dengan kebudayaan Melayu, dari Semanjung Melayu hingga Kalimantan.

Bahkan, beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa gasing sudah ada sejak Kesultanan Samudera Pasai di Aceh pada abad ke-12.

Beberapa versi sejarah menyebutkan bahwa gasing awalnya adalah permainan anak-anak menggunakan telur.

Telur yang dapat berputar lama menjadi pemenangnya, sebelum akhirnya digantikan oleh gasing yang terbuat dari kayu.

Di Indonesia, gasing dikenal dengan berbagai nama tergantung daerahnya. Di Jawa Barat dan Jakarta, gasing disebut “gasing” atau “panggal,” sementara di Lampung disebut “pukang.”

Kalimantan Timur menyebutnya “begasing,” Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dengan “maggasing,” Maluku dengan “apiong,” Lombok dengan “gangsing,” Bolaang Mongondow dengan “paki,” dan Jawa Timur dengan “kekehan.”

Gasing umumnya terbuat dari kayu yang keras dan kuat, seperti mahoni, cemara, tanduk, dan lemo.

Saat ini, mencari kayu yang baik untuk membuat gasing menjadi sulit, sehingga seringkali beberapa jenis kayu dilekatkan menjadi satu.

Gasing dimainkan dengan melilitkan tali di bagian atas gasing. Setelah tali dililitkan, gasing dilempar dan akan berputar karena tali ditarik kembali setelah dilempar.

Gasing yang paling lama berputar adalah pemenangnya. Permainan ini biasanya dimainkan secara berkelompok atau satu lawan satu.

Gasing memiliki berbagai bentuk, termasuk gasing paku berindu, gasing kayu, gasing buah parah, gasing bambu, gasing alumunium, dan gasing pinang.

– Gasing Kayu: Berbentuk seperti buah bengkuang dengan kepala di bagian atas dan paku atau besi di bagian bawah.
– Gasing Buah Parah: Terbuat dari biji karet, sering disebut buah parah oleh Suku Melayu Bengkulu.

Gasing Bambu: Terbuat dari bambu. Gasing Pinang: Terbuat dari buah pinang dan lidi bambu. Gasing Alumunium: Versi modern yang terbuat dari alumunium dan benang.

Permainan gasing mulai kurang dikenal namun masih memiliki tempat khusus dalam festival dan tradisi. Di Festival Danau Sentarum di Lanjak Kapuas Gulu, Kalimantan Barat, gasing digunakan sebagai ajang perlombaan.

Di Bali Utara, lomba gangsing dilakukan di desa Gobleg sebagai bagian dari tradisi lokal. Di Bengkulu, gasing dimainkan menjelang 1 Muharram, sedangkan di Demak, permainan ini digunakan untuk memohon hujan.

Dengan memahami sejarah, variasi, dan cara memainkan gasing, diharapkan permainan tradisional ini dapat terus dilestarikan dan dikenali oleh generasi mendatang.