Nasional

Potensi dan Prospek Pengembangan Lada di Kepri

19
×

Potensi dan Prospek Pengembangan Lada di Kepri

Sebarkan artikel ini
Lada lingga

Harian Memo Kepri | Pertanian — Sampai saat ini, lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting di Indonesia. Pada beberapa dekade yang lalu, Indonesia merupakan pengekspor lada terbesar di dunia atau mencapai 29,0% kebutuhan dunia, namun, pada saat ini posisi tersebut telah digeser oleh Vietnam sebagai penghasil lada terbesar di dunia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2019) sejak tahun 2015-2019, produksi lada terus mengalami peningkatan yang signifikan, sampai dengan tahun 2019  produksi lada telah mencapai 89.617 ton.

Sepanjang Januari-Juli 2019, volume ekspor lada Indonesia  Lada merupakan salah satu komoditas  perkebunan yang memiliki prospektif dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, oleh sebab itu mulai digiatkan kembali potensi ini untuk pengembangan khususnya diwilayah sentra lada.

Sentra produksi utama lada di Indonesia adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Namun demikian, selain dua provinsi tersebut, tanaman lada juga berkembang pesat  di provinsi Kep. Riau.

Menurut BPS Kep.Riau (2017) luas lahan lada di Kepulauan Riau adalah 196,00 ha dengan Produksi Lada 49,54 ton, produktivitas 0.25 ton/Ha yang tersebar di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan.

Produktivitas lada di Kepri belum setinggi di Provinsi Lampung maupun Bangka Belitung yang sudah mencapai 1,0 kg kering/pohon atau setara 1,6 ton/ha, populasi  1.600 pohon/ha, hal ini disebabkan belum dilakukan penerapan teknologi budidaya yang baik khususnya pemupukan dan pemangkasan.



Menurut Kepala BPTP Kepri, Dr. Ir. Sugeng Widodo, MP., Kabupaten Lingga merupakan sentra lada di Kepri atau 95% dari seluruh areal lada yang ada di Kepri. Luas area lada 186,5 ha dengan produksi 45 ton, Masyarakat Lingga menyebut tanaman lada dengan sebutan Sahang.

Meskipun potensi tanaman lada di Kabupaten Lingga sangat besar namun tidak terlepas dari permasalahan seperti teknologi budidaya yang tepat, dimana petani dalam membudidayakan tanaman lada masih secara konvensional. Hal ini disebabkan karena mayoritas petani lada terbatas modal dan belum menguasai teknologi pemupukan, pemanfaatan tajar hidup, maupun pengendalian hama utama tanaman lada.


“Hasil penelitian Balitro mencapai antara 2-2,5 kg/pohon atau setara 4-5 t/ha. Peluang peningkatan produktivitas dan kuantitas di Lingga dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya.

Perbaikan teknologi mendesak dilakukan, kendala ini harus segera diatasi dengan pembinaan yang kontinuitas dan regulasi. Selama ini yang hanya berfokus pada tanaman pangan, oleh sebab itu empati Pemerintah Daerah dan tentunya pusat diharapkan dalam membantu permasalahan dilapangan,” kata Sugeng.

 

Penyuluh DPKP Lingga dengan bibit lada

Data terbaru dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Lingga (2020) menunjukkan bahwa Tanaman Lada di Kabupaten Lingga meningkat area tanam, sampai dengan sekarang terdapat  234 ha dan total produksi 28,81 ton atau 368 kg/ha dalam bentuk lada putih. yang tersebar di 12 kecamatan yang diusahakan oleh 469 KK, dimana  kecamatan Lingga Utara memiliki area terluas yakni 70 ha yang  dengan produksi 5,40 ton atau 327 kg/ha.

Varietas lada yang di budidayakan di Kabupaten Lingga adalah Varietas Pentaling 1. Pada umumnya petani menjual hasil panen lada ke pengumpul.  Infomasi dari Dinas Pertanian dan ketahanan pangan Kabupaten Lingga (Julia Purnama Sari, S.P) harga lada terbaru, lada putih (merica) di jual kisaran Rp.40.000-50.000/kg sedangkan lada hitam kisaran harga Rp.25.000-35.000/Kg.

Harga jual lada ini terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Untuk lada lingga sendiri sudah di pasarkan antar Provinsi seperti Provinsi Jambi dan dalam Provinsi seperti Kota Batam, Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Karimun. Peluang ekspor tentunya bagi Kepri bilamana ditangani dengan baik potensi dan peluang ini.

Peran pusat khususnya Balitbangtan dan Ditjenbun dalam membantu peningkatan skill petani lada di wilayah perbatasan, modal, kelancaran logistik (Pemda setempat) sangat diharapkan.

Terkait dengan modal mulai tahun ini dirintis menggunakan pinjaman dana KUR, semoga dapat terealisasi dengan baik, dan akhirnya petani lada di wilayah perbatasan yang terisolir dapat tersenyum menikmati setetes air karena perhatian dari pusat.

Penulis | J.S. Sitompul, S. Nurdin, R. Putra, dan S. Widodo



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *