Nasional

Petani Milenial Bintan Hasilkan Ratusan Juta Rupiah dari Budidaya Tomat

28
×

Petani Milenial Bintan Hasilkan Ratusan Juta Rupiah dari Budidaya Tomat

Sebarkan artikel ini
Petani Milenial Bintan Hasilkan Ratusan Juta Rupiah dari Budidaya Tomat

Harian Memo Kepri | Pertanian — Profesi petani untuk kalangan anak muda sekarang, dianggap kurang menarik. Namun berbeda dengan Eco Purwandi (27), Petani millenial yang berdomisili di Desa Lancang Kuning Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan.

Sejalan dengan program Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan terobosan meningkatkan produksi pertanian di berbagai komoditas melalui peningkatan minat generasi muda. Petani milenial adalah pilihan strategis untuk regenerasi dan meningkatkan produktivitas pertanian.

Melibatkan para petani merupakan bagian dari program yang lebih besar yakni gerakan 1 juta petani milenial yang sudah ditetapkan sebagai program prioritas membangun manusia Indonesia di 2019 (Balitbangtan, 2019). Petani yang tergolong ke dalam usia milenial yaitu, 19 – 39 tahun.

Atau, petani yang tidak berada dalam range umur tersebut tetapi berjiwa milenial, tanggap teknologi digital, tanggap alsintan dan mempunyai lahan (BPPSDMP, 2019).

Sedangkan teknologi yang didapatkan berasal berbagai sumber baik dari Balitbangtan, Lembaga research, dan atau dengan petani maju yang didapatkan dari media informasi online, mainstream, youtube, dan media tercetak lainnya.

Kepala BPTP Kepri, Dr. Ir. Sugeng Widodo, MP., menyampaikan mulai tahun 2019 Balitbangtan dan Badan SDM Kementan RI bekerjasama dalam menumbuhkan petani milenial di masing-masing daerah. BPTP Kepri telah menjalin kerjasama dengan Dinas Pertanian baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

Kegiatan yang dilakukan mulai dari sosialisasi di media radio, media sosial, dan media surat kabar online, kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan pendataan petani milenial, dan setelah diketahui data dan informasi mengenai kondisi dan potensi petani milenial, BPTP Kepri  melakukan pembinaan baik teknis maupun kelembagaan petani milenial.

Namun karena adanya kendala Covid-19 beberapa kegiatan dilakukan dengan menggunakan media teknologi komunikasi melalui online atau virtual.

Dalam kegiatan pemetaan dan identifikasi diketahui ada salah satu petani yang sangat potensi yaitu Eco Purwandi/Eco. Pemuda Kelahiran Takengon, Aceh Tengah 31 Juli 1997 ini, sejak tamat SMK sampai tahun 2015 sudah mengeluti usahatani bersama orangtuanya di Takengon Kabupaten Aceh Tengah.

Tahun 2015 dia sempat pindah ke Jambi berganti profesi jadi karyawan swasta. Tahun 2016, dia bersama orangtuanya pindah ke Desa Lancang Kuning Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan.

Bermodal dari hasil penjualan rumah dan kebaikan pemilik lahan yang memberikan lahannya untuk mereka kelola dengan luas ± 1 Ha sebagai lahan untuk pertanian, Pemuda berusia 27 tahun ini mulai merintis kembali jadi petani dengan menanam mentimun.



Keinginannya untuk lebih maju sehingga taraf hidup keluarganya meningkat, Agustus 2019 petani milenial ini melakukan usaha budidaya tomat. Berdasar dari pengalaman yang dia miliki sebelumnya di Takengon, serta infomasi yang dia dapat dari media sosial seperti youtube, diskusi dengan penyuluh di Kepri untuk menanam tomat tak sedikitpun luntur, meskipun dia tahu bahwa terdapat perbedaan yang nyata kondisi agroekosistem lahan antara Aceh dengan Kepulauan Riau khususnya Kabupaten Bintan.

Perbedaan nyata adalah status kesuburan tanah di Aceh lebih bagus, juga perbedaan cuaca, iklim khususnya curah hujan, karena tipe iklim berbeda. Hal ini menjadi tantangan bagi petani milenial untuk menaklukan tantangan.

Pada musim tanam pertama, pemuda tamatan SMK ini menanam tomat dengan dengan luasan ± 0.25, populasi ± 3.500 batang, varietas Servo F1, jarak tanam 50 x 50 cm, tanpa mulsa. Dari musim tanam pertama, dia mendapatkan hasil sebanyak ± 12 ton, rata–rata perbatang 3.,4 Kg. Eco menjual hasil panennya ke pengumpul dengan harga Rp. 9.000 – 10.000/kg.

Dari musim tanam pertama Meraup keuntungan ± 100 juta. Setelah dikurangi biaya sarana produksi selama musim tanam. Selain tanggap terhadap teknologi digital, pemuda ini juga sudah membuat analisa usahatani yang dia geluti, sehingga memberikan gambaran arah bisnis kedepannya. Apakah usahatani yang dia kelola bisa untung atau rugi. Menurut pemuda ini biaya sarana produksi budidaya tomat Rp.2.500/batang.

Awal Januari 2020, Eco kembali menanam tomat, luasan ± 0.25 Ha, populasi ± 3.000 batang, varietas Servo F1, jarak tanam 50 x 60 cm, tanpa mulsa. Dari musim tanam kedua, dia mendapatkan hasil sebanyak ± 6 ton, rata–rata perbatang 2 Kg, harga Rp. 9.000 – 10.000/Kg. Dari musim tanam kedua meraup keuntungan ± 50 juta. Penurunan produksi dikarena faktor cuaca sangat ekstrim serta terjadi serangan hama maupun penyakit.

Selain tanggap terhadap teknologi digital, mengetahui kalkulasi bisnis usaha tani, pemuda ini senang membuat inovasi dengan tujuan menambah ilmu dan pengalaman, kedepanya dia sudah punya gambaran usahatani apa yang bisa memberi manfaat.

Pada musim tanam ketiga beliau mencoba menerapkan teknologi penggunaan mulsa, tumpangsari dengan tanaman cabai rawit dan perbandingan antara teknik persemaian dengan penanaman bibit secara langsung ditanam. Dia menyampaikan bahwa metode yang dilakukan untuk melihat perbandingan produksi, tingkat pertumbuhan, serangan hama ataupun penyakit antara penggunaan media mulsa atau tanpa mulsa serta tanam langsung atau dilakukan persemaian.

Sedangkan perlakuan tumpang sari antara cabai rawit dengan tomat. Dikarenakan cuaca sangat ekstrim, beliau mengatakan seandainya tomat, tidak dapat memproduksi dengan maksimal, dia masih bisa dapat hasil dari tanaman cabai.

Selain budidaya tomat, diatas lahan ± 1 Ha, pemuda ini juga menanam cabai, pepaya dan pemamfaatan embung/DAM untuk budidaya ikan nila. Dari hasil kunjugan penyuluh BPTP Kepri (Jonri S Sitompul) dan penyuluh DKPPKH Provinsi (Fikriah), menyarankan perlu adanya perbaikan teknologi budidaya, baik pemilihan varietas, persemaian bibit sehat, pola tanam, penggunaan sistem irigasi tetes (drip irrigation), metode pencegahan sebelum terserang hama dan penyakit, pengendalian OPT, pemupukan dan penggunaan pestisida tepat dosis dan tepat sasaran.

Keberhasilan yang didapat oleh pemuda ini dalam membudidayakan usaha tani tomat tidak terlepas dari permasalahan seperti serangan hama dan penyakit, faktor cuaca yang tidak menentu dan karena terkait administrasi beliau belum tergabung dalam kelompok tani.

Dampak keberhasilan pemuda ini dalam budidaya tomat. Beberapa pejabat Kabupaten Bintan melakukan kunjungan seperti Wakil Bupati Kabupaten Bintan Bapak Drs. H. Dalmasri Syam, M.M, Anggota DPRD Kabupaten Bintan, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bintan Beserta Staff beserta petani.

Adapun harapan Eko sebagai petani millenial kedepannya yaitu beliau ingin membuka lahan tomat secara luas dengan menggunakan teknologi Green House dan menjadi contoh bagi petani muda dan petani lainnya khususnya petani di kabupaten Bintan, Serta adanya pendampingan teknologi dan pertemuan bisnis agar memotivasi generasi milenial lainnya melalui sharing informasi bisnis.

Penulis | Jonri S. Sitompul dan Sugeng W.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *