Nasional

Pemanfaatan Limbah Sayuran di Lahan Eks Tambang Bauksit untuk Jagung di Bintan

32
×

Pemanfaatan Limbah Sayuran di Lahan Eks Tambang Bauksit untuk Jagung di Bintan

Sebarkan artikel ini
Sumber : Pemda Kab Bintan

Harian Memo Kepri | Pertanian — Demi mendorong percepatan sasaran pembangunan pertanian yaitu terwujudnya kedaulatan pangan dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai lumbung pangan berorientasi ekspor seperti yang terangkum dalam Nawacita dan RPJM 2015-2019.

Sebagian besar lahan di Kepri merupakan lahan kering termasuk marjinal dengan kendala pada fisika dan kimia tanah cenderung memiliki masalah status kesuburan tanah. Namun kendala ini dapat diperbaiki dengan penerapan teknologi.

Terkait dengan hal tersebut BPTP Kepri yang merupakan unit pelayan teknis Kementerian Pertanian, telah melakukan uji coba penelitian pertanaman jagung pada lahan eks tambang bauksit yang keberadaanya cukup luas di wilayah kabupaten Bintan, Kepri.

Kabupaten Bintan memiliki kondisi geologi agak unik, terdapat bauksit cukup luas, dimana dilihat dari sisi ekonomi dalam jangka pendek berdampak positif, namun juga dalam jangka panjang menimbulkan dampak negatif  khususnya untuk lahan pertanian, dimana lahan bekas tambang bauksit menimbulkan kerusakan lahan lapisan atas/top soils hilang dan menjadi sulit untuk digunakan sebagai lahan produktif, oleh sebab itu diperlukan rekasaya inovasi perbaikan lahan.

Lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Bintan (Gambar 1), sebagian besar merupakan lahan kering marginal yang digarap oleh petani di Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian < 200 dpl, beriklim tropis, dengan curah hujan 1.800- 3.200 mm/tahun, kelembaban nisbi 55% sd 96%, suhu rata-rata 24oC – 34 0C,  termasuk tipe iklim A, dan bulan basah 5 (lima) bulan, pada saat ini terjadi pergeseran bulan basah dan kering, dimana hujan masih berlangsung sampai dengan bulan juni 2020 (BMKG Kepri, dalam BPTP Kepri, 2020).

Pada saat ini untuk kab Bintan air cukup untuk 50 ha, sedangkan saat ini fase (pertumbuhan vegetatif) baru 25 ha sehingga masih surplus air sebesar 25 ha (Sentinal-2, pada 3 juni 2020), terkait dengan hal ini, maka peluang masih terbuka untuk memanfaatkan air untuk lahan bagi tanaman semusim maksimal untuk luasan 25 ha.

Selain bauksit di Kabupaten Bintan terdapat juga granit, andesit, pasir (Rohmana, 2007). Berdasarkan data BPS (2017) terdapat lahan kering eks bekas tambang bauksit seluas 72.840 ha.

Lahan bekas tambang ini ini masih berpotensi untuk dikembangkan pertaniannya namun memiliki tantangan karena kandungan unsur hara (N, P, K) rendah, pH masam (4,5 – 5,5) dan kandungan bahan organik yang rendah 0,85-1,20% dibawah batas ambang 2% (Widodo, 2020 unpublished).

Disamping itu, masih terbatasnya ketersediaan bahan organik yang berasal dari limbah kotoran ternak sapi di Kabupaten Bintan sampaidengan saat ini juga menjadi kendala dalam pengembangan pertanian di Kabupaten Bintan, Kepri (Nurdin, 2017). Dasar pertimbangan inilah maka dalam dilakukan kajian khusus untuk meningkatkan bahan organik dengan memanfaatkan limbah sayuran yang cukup banyak ditemui di kabupaten Bintan.

Pada tahap awal pemilihan varietas dari jagung mutlak harus disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Sebelum dilakukan penanaman jagung, dilakukan pengujian pH tanah untuk mengetahui tingkat keasaman tanah, hasil uji pH tanah 4,5 (PUTK Litbang) dan pH air 4-5 (pH lakmus dan pH meter merk Hana).

Varietas Sukmaraga menjadi pilihan saat itu karena merupakan varietas Balitbangtan Kementerian Pertanian dan memiliki keunggulan adaptif di lahan masam. Lokasi penelitian dilakukan di desa Lancang Kuning Kabupaten Bintan dengan memanfaatkan biomol dari limbah sayuran sebagai sumber bahan organik.

Penanaman jagung pada saat itu dilakukan dengan jarak tanam 75 x 25 cm dengan pemupukan dasar menggunakan kapur dolomit sebanyak 1 ton/ha, pupuk kandang 1 ton/ha dan pupuk NPK (16-16-16) sebanyak 450 Kg. Perlakuan menggunakan bahan organik biomol yang diberikan pada pertanaman dengan dosis 6-8 ton/ha (di bawah ukuran standar penggunaan bahan organik lahan kering masam) dan diaplikasikan pada perakaran tanaman pada 4 minggu setelah tanam (MST). Hasil tanaman jagung disajikan pada gambar 2.

Keterangan : Tongkol jagung varietas sukmaraga pada tanaman tanpa (A) Tongkol jagung varietas Sukmaraga dengan perlakuan biomol (B)

Pemberian bahan organik biomol dari limbah sayuran memberikan hasil yang positif pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung Sukmaraga. Hal ini terlihat pada bobot tongkol basah,  bobot junggel, bobot biji per tongkol, bobot tongkol per ubi bobot junggel per ubin, rasio biji/tongkol dan rasio biji/tongkol yang mengalami kenaikan sebesar 89,48% dari jagung tanpa pemberian biomol limbah sayur ini sehingga biomol dari limbah sayuran ini dapat digunakan sebagai alternatif bahan organik pengganti pupuk kandang di Kepulauan Riau dengan dosis 6-8 ton/ha sebagai standar pemberian bahan organik dilahan kering sub optimal Kepulauan Riau. Rekomendasi teknologi yang diperlukan adalah mulai sekarang lakukan pemanfaatkan limbah sayuran sebagai biomol yang terbuang dengan percuma di Kabupaten Bintan.

Pembuatan biomol limbah sayuran:

  1. Limbah sayuran dicacah dengan batang pohon pisang yang tengahnya berwarna putih dan empon-empon kemudian diblender.
  2. Hasil campuran kemudian di tambahkan bio aktivator EM4 sebanyak 5 ml, gula merah 200 gr, biourine sebanyak 1 liter dan ditambahkan air
  3. Seluruh bahan dimasukkan dalam tong tertutup yang diberi saluran pembuangan gas dan difermentasikan. Campuran disimpan beberapa hari sampai limbah tidak mengeluarkan bau lagi dan matang untuk siap digunakan

Tim Penyusun | S. Nurdin, M. Fitriani, A. Fransisca, J. Suhendra
 Kontributor Utama | S. Widodo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *