HARIANMEMOKEPRI.COM — Hendi Devitra SH MH, kuasa hukum mantan Penjabat (Pj) Walikota Tanjungpinang, memberikan pernyataan mengenai kasus dugaan pemalsuan surat lahan milik PT Expasindo Raya, alias PT Bintan Properti Indo (BPI).
Dalam kasus tersebut, beberapa nama terlibat, termasuk Hasan, mantan Pj Walikota Tanjungpinang dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kepri.
Hendi menyatakan bahwa ia menduga lahan yang dipermasalahkan oleh Direktur PT BPI, Constantyn Barail, ke Polres Bintan, mengalami tumpang tindih dengan lahan milik masyarakat.
“Lahan yang diklaim oleh PT BPI tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Tenaga Listrik Bintan (TLB),” ujar Hendi pada Jumat (14/6/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa lahan masyarakat tersebut, termasuk milik kliennya Darma Parlindungan, belum dibebaskan dan belum dilakukan ganti rugi oleh PT BPI.
Karena itu, Darma Parlindungan telah mengajukan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang pekan lalu, dengan sidang pertama dijadwalkan pada 26 Juni 2024.
“Lahan milik Darma memiliki kekuatan hukum keperdataan, diperoleh dari pembelian 6.941 meter persegi tanah dari Almarhum Oky Irawan sesuai Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT) pada April 2015,” jelas Hendi.
Terkait perkara pidana, Hendi menambahkan bahwa perlu ditentukan adanya hak perdata sesuai Pasal 81 KUHPidana jo Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.
Oleh karena itu, proses pidana di Polres Bintan dapat ditangguhkan hingga ada putusan pengadilan mengenai hak perdata.
“Lahan PT Expasindo Raya yang dilepas ke PT BPI pada 1991 ditelantarkan lebih dari 20 tahun,” ungkap Hendi.
Ia menekankan pentingnya proses hukum perdata di pengadilan untuk memenuhi asas kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi kliennya terkait penetapan Hasan sebagai tersangka.
Hendi berharap Aparat Penegak Hukum (APH) dapat meninjau kembali kasus ini agar penyidikan berjalan profesional, proporsional, akuntabel, dan transparan.
Selain itu, ia siap membantu warga Sei Lekop Kijang, Bintan, yang lahannya tumpang tindih atau belum mendapat ganti rugi.
Hendi mengungkapkan bahwa Constantyn bersama oknum BPN Bintan mengukur ulang lahan tanpa dihadiri pihak kelurahan, kecamatan, RT, RW, atau masyarakat pemilik tanah.
Pengukuran ulang ini menghasilkan sertifikat HGB yang tumpang tindih dengan SHGB milik PT Tenaga Listrik Bintan dan beberapa SHM masyarakat.
Kasus bermula saat PT BPI mengajukan pendaftaran tanah di Sei Lekop pada 18 Maret 2019, namun permohonan ditangguhkan karena terdapat dokumen lahan yang sudah ada.
Constantyn melaporkan dugaan pemalsuan surat tersebut ke Mapolres Bintan pada 18 November 2022, melibatkan SKPPT yang diterbitkan kliennya pada 2012.
“Saya siap membantu warga Bintan yang lahannya terjadi tumpang tindih serta pengurusan kepemilikan lahan warga yang belum mendapat ganti rugi,” tutup Hendi.
Tinggalkan Balasan