Oleh : Ir. Fachrizal
(Ical Long Enon)
Nun jauh disana di laut Cina Selatan terdapat Kampong Man dan nun jauh disana di negeri Cina terdapat asal mula Virus Corona.
Virus Corona dari Wuhan, China, tidak memiliki paspor dan tak ada yang kebal terhadapnya. Penyebarannya cepat mengglobal, mencapai nyaris 80 negara 93 ribu positif dan 3201 meninggal dunia dalam hampir 3 bulan, sehingga memicu kepanikan.
Namun, bahaya Corona di Indonesia terutama adalah bias informasi dan stigmatisasi terhadap pasien terinfeksi Covid-19, yang menandai ketidaksiapan menghadapi krisis dan gagal membangun komunikasi risiko yang terpercaya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan pentingnya komunikasi risiko, yang meliputi pertukaran informasi secara transparan antara otoritas, ahli, dan para pihak lain, dengan publik. Tujuan komunikasi risiko agar publik bisa memproteksi diri dan keluarga sehingga bisa meminimalkan dampak serta kekacauaan saat terjadinya wabah.
Masalahnya, narasi awal yang dibangun sejumlah pejabat pemerintah justru melonggarkan kewaspadaan, bahkan terkesan menolak risiko. Sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat berulang kali mengatakan agar warga tenang dan karena tingkat kematian Corona rendah, kita aman karena doa, kebal, dan berbagai narasi lain yang tidak didasarkan fakta ilmiah.
Narasi itu barangkali dibangun untuk menenangkan masyarakat dan meminimalkan dampak ekonomi. Namun, menyatakan ”jangan panik”, diulang berkali-kali pun, tidak akan bisa menenteramkan publik, kecuali otoritas bisa meyakinkan bahwa segalanya telah disiapkan dengan baik.
Semoga pihak berkepentingan di Kampong Man sudah memikirkan segala sesuatu untuk mengatasi kalau sampai Corona ini terjadi, dan semoga di penghujung musim utara virus tidak singgah di Kampung Man dan meminta kepada Allah SWT untuk menjauhkan virus tersebut masuk di Kampung Man.
Catatan pinggir keprihatinan anak Kampong Man dirantau