Opini : Jihan Novi Diyanti

Mahasiswi Semester III Prodi Administrasi Publik Stisipol Raja Ali Haji Tanjungpinang


Dunia politik Indonesia digemparkan dengan adanya sekelompok relawan yang menyatakan bahwa mereka telah berkoalisi untuk mengusung Prabowo Subianto dan Puan Maharani untuk Pilpres tahun 2024 mendatang.

Koalisi yang cukup langka, pasalnya kandidat yang didukung bukan berasal dari naungan satu partai yang sama. Prabowo Subianto yang berasal dari Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dan Puan Maharani yang berasal dari PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).

Koalisi ini bisa dibilang cukup impulsif dan gegabah untuk berkoalisi tanpa berdiskusi, bahkan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad juga tidak mengetahui akan munculnya deklarasi tersebut yang sangat tiba-tiba. Tak hanya dari pihak Gerindra, namun juga dari pihak PDIP, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta para relawan itu tidak terlalu dini melakukan deklarasi. Dia mengatakan lebih baik para relawan itu membantu kerja Presiden Jokowi, terlebih di tengah masa pandemi ini.

Koalisi ini terbentuk terlalu cepat dan tidak sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Seharusnya di saat seperti ini kita semua bekerja sama untuk membantu penyelesaian permasalah covid-19 ini, bukannya malah membuat koalisi di saat kursi masih terisi.

Menurut statement dari salah satu relawan yang tergabung dalam koalisi ini, Andianto mengatakan Indonesia sedang mengalami situasi yang sangat sulit karena wabah COVID-19, bukan hanya Indonesia tetapi juga dunia. Di lain sisi situasi Laut China Selatan sedang memanas.

” Belum lagi problem-problem bangsa lainnya seperti ketahanan pangan, kemandirian ekonomi, kesenjangan sosial, kemandirian energi, stabilitas politik, dan kedaulatan hankam serta yg lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang kuat, pemimpin yang nasionalis, pemimpin yang negarawan, dan pemimpin yang berpihak pada rakyat kecil. Ciri-ciri tersebut ada pada pasangan Prabowo – Puan,” ujarnya.

Jika dilakukan analisis, statement yang diberikan oleh Andianto tidak koheren dan cukup kuat sebagai alasan deklarasi yang mendadak ini. Apabila memang yang diinginkan atas pembentukan koalisi ini adalah bangkitnya rakyat dari masalah-masalah akibat pandemi, mengapa bukannya mengusulkan jalan keluar untuk permasalahan ini kepada pemimpin saat ini, tapi malah mencoba mengusung pemimpin yang baru.

Seharusnya fokus yang utama di saat-saat yang sedang darurat seperti apa yang disampaikan olehnya tadi ditanggulangi dengan cara mengusulkan berbagai program kepada pemerintah saat ini dan membantu dalam menyukseskannya.

Lagipula, apakah dengan mendeklarasikan koalisi untuk mengusung kedua kandidat tersebut akan membantu menghilangkan permasalahan yang sedang dihadapi rakyat saat ini? Tidak bukan. Hal itu malah akan menggangu efisiensi kerja dari pemerintah yang sedang menjabat saat ini. Dengan adanya desas-desus isu dari deklarasi gegabah itu akan membuat satu permasalahan yang “tidak penting” untuk dibahas saat ini semakin bertambah.

Pada statement Andianto, yang berbunyi “Ciri-ciri tersebut ada pada pasangan Prabowo – Puan,” hal tersebut berpotensi membuat motivasi dari pemerintah saat ini jatuh dan bahkan hilang, seperti tidak dihargai oleh rakyatnya sendiri. Bahkan status kursi masih terisi, namun sudah direncanakan pengganti. Hal ini juga bisa menanamkan pemikiran pemberontakan pada rakyat awam yang mudah saja ikut atau terhasut oleh berita simpang siur yang ada. Dan pada akhirnya, kepercayaan antara rakyat dengan pemerintah akan hancur dan rusak.

Kemudian statement yang tak kalah tidak masuk akal dari Andianto adalah, “Indonesia sedang mengalami situasi yang sangat sulit karena wabah COVID-19, bukan hanya Indonesia tetapi juga dunia.” Berdasarkan statement tersebut, terlihat bahwasanya Andianto juga sadar bahwa saat ini seluruh dunia sedang dilanda masa sulit yaitu wabah covid-19 ini. Namun, yang menjadi sorotannya adalah bahwa negara lain berusaha menghadapi permasalahan ini dengan serius dan seluruh fokus baik pemerintah maupun rakyat hanya berfokus tentang bagaimana caranya menyelesaikan pandemi covid-19 ini dengan lebih cepat.

Ironi yang sungguh memalukan, karena di Indonesia mereka malah membuat koalisi untuk pilpres yang masih lama lagi waktunya. Memilih menyalahkan semuanya pada pemerintahan saat ini, dan bukannya mengajukan diri untuk bekerja sama membantu negara. Kalau begini, sepertinya pernyataan dari Andianto tersebut adalah boomerang bagi dirinya sendiri dan orang-orang yang ikut dalam “koalisi kebut” ini. Terlihat dari negara lain bahwa mereka tidak grasak-grusuk meributkan tentang mengganti pemimpin di saat yang sedang sensitif ini.

Tingkat pendidikan dan jabatan memang tidak selalu menjamin kebijaksanaan. Kehausan untuk didengar dan divalidasi membuat beberapa orang tidak memperdulikan apa konsekuensinya nanti. Tidaklah salah jika mereka memang menginginkan sebuah pembaruan dalam pemerintahan, namun yang salah adalah waktunya.

Kalimat yang paling menunjukkan krisis kebijaksanaan dalam pemikiran Andianto adalah saat dia mengatakan, “Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang kuat, pemimpin yang nasionalis, pemimpin yang negarawan, dan pemimpin yang berpihak pada rakyat kecil. Ciri-ciri tersebut ada pada pasangan Prabowo-Puan.”

Kalimat di atas penuh dengan kata-kata yang memiliki unsur provokasi. Mengkritik dan membandingkan pemerintah saat ini yang jelas-jelas sedang berusaha untuk membantu dan memperbaiki keadaan negara yang sedang down, dengan cerobohnya dia membandingkan dengan kandidat pemerintah yang sama sekali belum pernah memegang kekuasaan dan menunjukkan bukti nyata dari apa yang dikatakan oleh Andrianto tersebut. seperti “Katak dalam tempurung” sama sekali belum bisa ditebak akan seperti apa pemerintahan kandidat mereka nantinya jika terpilih, namun mereka sudah mulai secara terselubung menjatuhkan pemerintah saat ini.

Pada akhirnya, kebijaksanaan sangat dibutuhkan jika berhubungan dengan kepentingan negara, karena hal ini menyangkut hidup orang banyak. Pengalihan fokus di masa pandemi dengan masalah yang tidak terlalu penting harus bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Hendaknya para “oknum koalisi” itu memiliki kebijaksanaan untuk memilih waktu yang tepat dalam menyatakan atau mendeklarasikan pendapat mereka. Karena, pemilihan waktu dan tempat yang sesuai adalah kunci dari keberhasilan dalam pengambilan keputusan.

Kalau memang koalisi itu dibentuk untuk kesejahteraan Indonesia, seharusnya deklarasi tersebut tidak perlu dinyatakan saat ini juga. Pilpres masih tahun 2024, kenapa tergesa-gesa mendeklarasikan hal yang belum tentu akan terjadi. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan? Ada baiknya diam saja dahulu menunggu atau akan lebih baik jika semangat dari pembentukan koalisi ini dimanifestasikan dengan cara ikut membantu negara dan pemerintah mencari jalan keluar dari neraka pandemi ini. Tak perlu berkoar-koar, cukup buktikan untuk menghindari kelakar.