HARIANMEMOKEPRI.COM — Lis-Raja, pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang, mengungkapkan bahwa debat Pilwako kali ini bertujuan untuk membuka wawasan, sehingga program-program yang disusun harus realistis dan masuk akal.

Hal tersebut disampaikan Lis setelah mengikuti debat Pilwako Tanjungpinang di Hotel CK Tanjungpinang, Sabtu (19/10/2024) malam.

Menurut Lis, setiap program yang disusun harus memiliki dasar yang kuat, bukan hanya sekadar retorika.

“Pada prinsipnya, yang kita harapkan adalah program yang realistis, memungkinkan, dan dapat dimasukkan dalam visi-misi,”

“Jika terpilih nanti, program tersebut harus masuk akal dalam penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” ujar Lis.

Menanggapi pertanyaan yang diberikan dalam debat Pilwako tersebut, Lis merasa bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat memuaskan, namun tanggapan tergantung pada pemahaman masing-masing calon.

“Dalam UU No. 23 Tahun 2014, banyak poin yang diatur. Contohnya, ekonomi biru (blue economy) sesuai dengan Pasal 14 UU No. 23 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa laut dari 0-12 mil merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi.

“Pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan di wilayah tersebut, tetapi dapat mengembangkan sektor wisata bahari, pengelolaan limbah, dan penanganan sampah laut,” jelas Lis.

Lis Darmansyah menekankan bahwa membangun Tanjungpinang tidak bisa dilakukan sendiri, mengingat Tanjungpinang merupakan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Oleh karena itu, kolaborasi dan sinergi dengan Pemerintah Provinsi sangat penting.

“Maka, insyaallah, kita akan membuat Tanjungpinang semakin maju,” terangnya.

Lis juga mengungkapkan bahwa visi-misi harus disampaikan dengan kejujuran, karena hasilnya akan mengikuti.

Ia mengakui bahwa dirinya banyak belajar dari mantan Walikota Tanjungpinang, Hj. Suryatati Amanan.

“Bu Tati (sapaan akrab Suryatati Amanan) adalah guru besar saya ketika saya di DPRD. Belajarlah dari orang yang lebih berpengalaman,” ujarnya.

Terakhir, Lis mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam berbicara. Menurutnya, kata-kata yang sudah diucapkan tidak dapat ditarik kembali, meskipun dimaafkan.

“Kata-kata yang diucapkan tidak akan kembali, meskipun dimaafkan, karena kata-kata itu bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri,” pungkasnya.