HarianMmeoKepri.Com, Nasional – Anak masih rentan menjadi korban eksploitasi seksual. Dalam momentum Hari Anak Sedunia yang diperingati 20 November ini, potret itu tak hanya terjadi di tempat-tempat hiburan seperti diskotik saja. Eksploitasi seksual terhadap anak juga masih marak terjadi di destinasi wisata.
Sekretariat Koalisi Nasional ECPAT Indonesia memandang pentingnya keterlibatan berbagai pihak termasuk media dalam memantau terjadinya eksploitasi seksual anak di destinasi wisata dan perjalanan. Hal itu dilatarbelakangi oleh minimnya pemberitaan dan peliputan investigasi di media dalam mengungkap fakta-fakta eksploitasi seksual anak di destinasi wisata dan perjalanan. Berdasarkan hasil riset ECPAT Indonesia terhadap laporan sejumlah media, dari Januari sampai Oktober 2017, ditemukan 394 kasus kekerasan dan eksploitasi seksual anak. Namun hanya 2 kasus tentang eksploitasi seksual anak di destinasi wisata yang diberitakan. Mayoritas kasus kekerasan didominasi oleh pencabulan anak sebanyak 221 pemberitaan, pemerkosaan anak sebanyak 52 pemberitaan dan perdagangan anak untuk tujuan seksual dengan 51 pemberitaan. Ilustrasi (Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal hasil penelitian yang dilakukan ECPAT Indonesia bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA) di empat wilayah destinasi wisata prioritas, masih ditemukan eksploitasi seksual paa anak. Di antaranya (Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Garut, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Karangasem). “Kami menemukan eksploitasi seksual anak masih marak terjadi di keempat wilayah tersebut,” tukasnya. Andy menambahkan fenomena eksploitasi seksual anak di destinasi wisata tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan turut terjadi secara global. Fenomena eksploitasi seksual anak terus meluas hingga ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Modus kejahatan seksual terhadap anak di destinasi tujuan wisata bukan saja dilakukan oleh pelaku berwarganegara asing, namun banyak juga wisatawan lokal yang memanfaatkan kesempatannya ketika berada di destinasi wisata untuk melakukan kejahatan seksual terhadap anak. ECPAT Indonesia mendesak agar perlu dilakukan pemantauan menyeluruh situasi terkini eksploitasi seksual anak di destinasi wisata termasuk keterlibatan media dalam pemantauan tersebut. “Kami mendorong Kementerian Pariwisata dan penegak hukum agar ada upaya-upaya konkret dan emberikan informasi dan edukasi kepada wisatawan agar menjadi wisatawan yang bertanggung jawab dan tidak melakukan kekerasan dan eksploitasi seksual anak di destinasi wisata,” tandasnya. (ika/JPC) (JawaPos)