HarianMemoKepri.com, Hukrim – Sial banget Punadi, 38, dari Tuban ini. Sekali jadi praktisi mesum bersama bini orang, eh Ny. Tuningsih, 48, yang dikencani di gubuk mendadak meninggal. Padahal wanita ini pamitnya ke suami mau bantu masak (rewang). Meski kematian itu bukan ulahnya, tak urung Punadi jadi terbongkar skandalnya, Senin, (20/8).
Brondong jagung atau pop corn, memang gurih. Tiap anak pasti suka itu. Tapi kalau kalangan dewasa, sekarang ini lebih suka brondong dalam arti lelaki simpenan dalam usia lebih muda. Ini laku keras, di mana-mana ada, karena rasanya bukan lagi gurih, tapi ada manisnya juga. Pokoknya rame penuh sensasi macam permen Nano-nano.
Punadi warga Pakel Kecamatan Montong Kabupaten Tuban (Jatim), termasuk bujang lapok. Sebab dalam usia jauh di atas kepala tiga, belum juga menikah. Teman-teman sudah pada gendong anak, dia masih bersolo karier. Maka kalau boleh usul, nama seharusnya bukan Punadi, melainkan lebih cocok dengan Wiranu, karena wis suwe ora nganu.
Tapi siapa bilang Punadi itu lelaki “wiranu”? Meski lama tak menikah, diam-diam dia tak pernah kehabisan stok. Pokoknya sampai Lebaran dan tahun baru, stok asmara cinta dijamin aman. Dia berani klaim demikian, karena sebetulnya dia juga punya perempuan cem-ceman yang romantis. Romantis dalam arti sesungguhnya, tapi juga dalam arti akronim, yakni: rokok dan makan gratis.
Punadi diam-diam memang punya gendakan, namanya Ny. Tuningsih. Dialah yang memanjakan syahwatnya selama ini. Meski usianya 10 tahun lebih tua, tapi pinjam istilah Cawapres Sandiaga Uno, bagi Punadi ini “emak-emak” yang lebih enak! Ny. Tuningsih memang masih sekel nan cemekel. Sesuai namanya, dia memang bisa “diputer-puter” penuh kasih, macam tuning untuk mencari gelombang di pesawat radio.
Kenapa Tuningsih mau memelihara brondong macam Punadi? Soalnya suami di rumah sudah tak mampu bicara lagi terkait strategi dipercaturan ranjang. Usia baru 55 tahun tapi sudah loyo. Padahal yang lain, dalam usia 75 tahun pun masih merasa rosa-rosa macam Mbah Marijan, sehingga siap digandeng jadi Cawapres.
Beberapa hari lalu Tuningsih dimintai tolong rewang seorang pamong tetangga desa, yang masih famili sendiri. Untuk menuju ke sana, dia mengajak Punadi untuk mengantarkan. Namanya yang ngajak gendakan, tentu saja Punadi semrinthil. Apa lagi pasti diberi upah yang spektakuler.
Benar saja, saat menuju rumah pamong habis magrib, tiba-tiba Punadi mengajak kencan dulu barang sejenak. Sistem kejar tayang nggak apa-apa, wong nggak pakai slot iklan ini. Maka di tengah jalan keduanya pun belok ke suatu tempat. Bukan hotel kelas melati, tapi cukup di gubuk tengah sawah, sementara motor diparkir di pinggir jalan.
Selesai pertandingan antara hidup dan mati, Punadi buruan ambil motornya, sementara Tuningsih disuruh nyusul kemudian. Tapi sampai setengah jam kok tak kunjung datang, padahal jaraknya gubuk dengan jalan hanya sekitar 50 meter. Takut terjadi sesuatu, Punadi pun kembali ke gubuk. Ternyata Tuningsih ditemukan telah terbujur kaku, wasalam. Kemungkinan dia terjatuh saat lewat pematang dalam gelap.
Takut dituduh macam-macam, Punadi lapor ke polisi Polsek Montong. Awalnya mengaku menemukan perempuan tak dikenal mati di tengah sawah. Tapi setelah diselidiki, ternyata wanita itu memang gendakannya. Bahkan akhirnya Punadi mengaku habis kencan sampai skore 1-0 bersama Ny. Tuningsih.
Polisi di TKP tak menemukan tanda-tanda penganiayaan. Untuk sementara amanlah Punadi dari tuduhan tersangka. Tapi jika suami korban tak terima, dia bisa saja kemudian dikenakan pasal perzinaan. Yang pasti kini Punadi jadi pembicaraan warga, karena ketahuan mengencani bini orang sampai mati pula. (Red/GunarsoTS)
Tinggalkan Balasan