HARIAN MEMO KEPRI, BATAM – Upah Minimum Kota (UMK) Kota Batam sudah di SK kan Gubernur Kepri sesuai dengan PP Nomor 78/2015. Terkait PP tersebut semua serikat buruh menolaknya.
“Isi dari PP Nomor 78/2015 itu menurut kita berantakan, bertolak belakang dengan UU Nomor 13/2003,” ujar Daniel, Wakil Ketua DPC KSPSI Batam didampingi M. Natsir Ketua Korwil KSBSI Kepri, Masmur Siahaan Ketua DPC Lomenik SBSI Kota Batam, saat press release di Batamcentre, Jumat (16/2016) sore.
Dikatakan Daniel, selagi PP tersebut belum dicabut atau direvisi, pihaknya mau tak mau tetap mengacu ke sana. Untuk mensejahterakan buruh, sebut Daniel pihaknya akan berjuang lewat Upah Minimum Sektoral (UMS). “Yaitu dengan kesepakatan bipartit sesuai PP 78/2015 intinya kesepakatan antara asosiasi pengusaha sektor dan serikat pekerja,” jelas Daniel.
Katanya itu ditempuh dengan pendekatan dan lobi-lobi ke pengusaha. Diakui Daniel asosiasi pengusaha sektor itu belum semua ada. Yang ada baru di industri galangan kapal dan PHRI (perhotelan). Pihaknya meminta kesediaan Apindo untuk mewakili yang belum ada sektor.
Lanjut Daniel ada beberapa sektor yaitu BSOA, kemudian yang diwakilkan Apindo dari sektor perbankan, kimia energi, pertambangan dan alat berat. “Sektor garmen dan elektronik, yang belum ada,” tambahnya. Pihaknya berharap tahun ini sudah ada upah sektor.
M. Natsir menambahkan, UMS sejak 2002 dimana sektor berat dan perhotelan sudah ada. Tahun 2007 upah sektor perhotelan sempat dihentikan. Meski kalah dalam gugutan kemarin, pihaknya ingin UMS tahun 2017 tetap ada. “Solusi harus ada untuk UMS garmen dan elektronik sekalipun tidak di SK kan gubernur tapi lewat kesepakatan dengan kawasan,” harap Natsir.
Ditambahkan Masmur Siahaan, kendala saat ini adalah tak semua sektor menjadi sektor unggulan itu sudah terbentuk asosiasi. “Kendala ini yang menjadi akar masalah,” jelas Masmur. Sebut dia, pemerintah juga tidak punya niat untuk membentuk asosiasi dan juga tidak memiliki kapasitas untuk memaksa pengusaha membentuk asosiasi sektor unggulan tersebut termasuk serikat buruh. “Inilah kelemahan dari PP 78/2015 itu, makanya buruh menolaknya,” katanya.
Ada kelemahan, harusnya membuat kondusif. “Kalau terjadi dead lock tidak ada yang menengahinya. Diharapkan ada penengah,” tambahnya. Karena tak ada yang menjadi “wasit” itulah sebut Masmur semua menjadi bergejolak. “Aksi yang dilakukan teman-teman buruh semata menyampaikan kelemahan dari PP tersebut, harapnya ada kebijakan yang cepat dilakukan,” harapnya.
sumber : posmetro ( dot ) co
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT