“Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya.” “Nikah yang paling besar barakahnya itu adalah yang murah maharnya. “ (HR. Ahmad) “Sebaik-baiknya Laki-laki adalah yang memberikan Mahar banyak, Adapun sebaik-baiknya wanita adalah yang meminta Mahar sedikit” “Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya”.(QS. An-Nisa : 4) Islam membolehkan mahar dalam bentuk cincin dari besi, sebutir korma, jasa mengajarkan bacaan Al-Quran atau yang sejenisnya. Yang penting kedua belah pihak ridha dan rela atas mahar itu. a. Sepasang Sendal Dari Amir bin Robi’ah bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?”. Dia menjawab,” Rela”. Maka Rasulullahpun membolehkannya (HR. Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888). b. Hafalan Qur’an : Dari Sahal bin Sa’ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,”Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu”, Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata,” Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya”. Rasulullah berkata, ” Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, “Tidak kecuali hanya sarungku ini” Nabi menjawab, “bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu”. Dia berkata, “Aku tidak mendapatkan sesuatupun”. Rasulullah berkata, “Carilah walau cincin dari besi”. Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi, “Apakah kamu menghafal Al-Quran?”. Dia menjawab, “Ya surat ini dan itu” sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi, “Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Al-Quranmu” (HR Bukhori Muslim). c. Tidak Dalam Bentuk Apa-apa : Bahkan diriwayatkan bahwa ada seorang wanita rela tidak mendapatkan mahar dalam bentuk benda atau jasa yang bisa dimiliki. Cukup baginya suaminya yang tadinya masih non muslim itu untuk masuk Islam, lalu waita itu rela dinikahi tanpa pemberian apa-apa. Atau dengan kata lain, keIslamanannya itu menjadi mahar untuknya. Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, “Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa’i 6/ 114). Semua hadist tadi menunjukkan bahwa boleh hukumnya mahar itu sesuatu yang murah atau dalam bentuk jasa yang bermanfaat. Demikian pula dalam batas maksimal tidak ada batasannya sehingga seorang wanita juga berhak untuk meminta mahar yang tinggi dan mahal jika memang itu kehendaknya. Tak seorangpun yang berhak menghalangi keinginan wanita itu bila dia menginginkan mahar yang mahal. “Sebaik-baik perempuan ialah yang paling ringan mas kawinnya.” (HR. Ath-Thabrani). (Ust. Tengku Zulkarnain, Jumat, 17/2017)
Tinggalkan Balasan